Hubungan Perusahaan Dengan Stakeholder, Lintas Budaya Dan Pola Hidup, Audit Sosial (Etika Bisnis Penulisan Materi 9) 3EA04
TUGAS PENULISAN
ETIKA
BISNIS
HUBUNGAN
PERUSAHAAN DENGAN STAKEHOLDER, LINTAS BUDAYA DAN POLA HIDUP, AUDIT SOSIAL
DISUSUN OLEH:
LAILY DWI YULIANTI (13217264)
DOSEN:
DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Stakeholders
menurut Freeman (1984) merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi
dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai dampak dari
aktivitas-aktivitasnya. Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007) mengatakan bahwa
perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri
namun harus memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor,
konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
Pengertian
stakeholder dalam konteks ini adalah tokoh – tokoh masyarakat baik formal
maupun informal, seperti pimpinan pemerintahan (lokal), tokoh agama, tokoh
adat, pimpinan organisasi social dan seseorang yang dianggap tokoh atau
pimpinan yang diakui dalam pranata social budaya atau suatu lembaga
(institusi), baik yang bersifat tradisional maupun modern.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
saja bentuk stakehoulder ?
2. Apa
definisi dari stereotype, prejudice, stigma sosial ?
3. Mengapa
perusahaan harus bertanggung jawab ?
4. Apakah
komunitas Indonesia dan etika
bisnis ?
5. Bagaimana
dampak tanggung jawab social perusahaan ?
6. Bagaimana
mekanisme pengawasan tingkah laku ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
mengetahui bentuk stakehoulder
2. Untuk
mengetahui definisi dari stereotype, prejudice, stigma sosial
3. Untuk
mengetahui mengapa perusahaan harus bertanggung jawab
4. Untuk
mengetahui komunitas Indonesia dan etika bisnis
5. Untuk
mengetahui dampak tanggung jawab social perusahaan
6. Untuk
mengetahui mekanisme pengawasan tingkah laku
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Bentuk Stakeholder
Clarkson
membagi stakeholder menjadi dua: Stakeholder primer dan stakeholder sekunder :
·
Stakeholder primer
Adalah
pihak dimana tanpa partisipasinya yang berkelanjutan organisasi tidak dapat
bertahan.’ Contohnya Pemilik modal atau saham, kreditor, karyawan, pemasok,
konsumen, penyalur dan pesaing atau rekanan. Menurut Clarkson, suatu perusahaan
atau organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system stakeholder primer
yang merupakan rangkaian kompleks hubungan antara kelompok-kelompok kepentingan
yang mempunyai hak, tujuan, harapan, dan tanggung jawab yang berbeda.
Perusahaan ini juga harus menjalin relasi bisnis yang baik dan etis dengan
kelompok ini.
·
Stakeholder sekunder
Didefinisikan
sebagai pihak yang mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perusahaan, tapi mereka
tidak terlibat dalam transaksi dengan perusahaan dan tidak begitu penting untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Contohnya Pemerintah setempat, pemerintah asing,
kelompok sosial, media massa, kelompok pendukung, masyarakat. Perusahaan tidak
bergantung pada kelompok ini untuk kelangsungan hidupnya, tapi mereka bisa
mempengaruhi kinerja perusahaan dengan mengganggu kelancaran bisnis perusahaan.
Pemerintah setempat, pemerintah asing, kelompok sosial, media massa, kelompok
pendukung, masyarakat.
2.2
Stereotype, Prejudice, Stigma Sosial
Stereotype
adalah generalisasi yang tidak akurat yang didasarkan pada prejudice. Kita
semua memegang stereotype terhadap kelompok orang lain. Contoh dari Stereotype
, ketika kita sudah beranggapan begitu pada suatu suku , maka kita tidak akan
menempatkan dia pada suatu posisi yang kita rasa gak cocok.
Sedangkan
Prejudice adalah attitude yang bersifat bahaya dan didasarkan pada generalisasi
yang tidak akurat terhadap sekelompok orang berdasarkan warna kulit, agama,sex,
umur , dll. Berbahaya disini maksudnya attitude tersebut bersifat negative. Contoh
dari Prejudice misalnya kita menganggap setiap orang pada suku tertentu itu
malas, pelit , dan lain nya
Stigma
sosial adalah tidak diterimanya seseorang pada suatu kelompok karena
kepercayaan bahwa orang tersebut melawan norma yang ada. Stigma sosial sering
menyebabkan pengucilan seseorang ataupun kelompok. Contoh dari stigma social
misalnya sejarah stigma sosial dapat terjadi pada orang yang berbentuk fisik
kurang atau cacat mental, dan juga anak luar kawin, homoseksual atau pekerjaan
yang merupakan nasionalisasi pada agama atau etnis, seperti menjadi orang
Yahudi atau orang Afrika Amerika. Kriminalitas juga membawa adanya stigma
sosial.
2.3 Mengapa Perusahaan Harus
Bertanggung Jawab
Tanggung
jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility(CSR) adalah suatu
konsep bahwa organisasi atau perusahaan memiliki suatu tanggungjawab terhadap
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
Suatu
organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki berbagai
bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di
antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan
dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial,
dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan “pembangunan
berkelanjutan“, yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan
aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya
dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga
harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu,
baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan
pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap
tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi
dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku
kepentingannya.
2.4 Komunitas Indonesia Dan Etik
Bisnis
Indonesia
memerlukan suatu bentuk etika bisnis yang sangat spesifik dan sesuai denga
model indonesia. Hal ini dapat di pahami bahwa bila ditilik dari bentuknya,
komunitas Indonesia, komunitas elite, dan komunitas rakyat. Bentuk – bentuk
pola hidup komunitas di indonesia sangat bervariasi dari berburu meramu sampai
dengan industri jasa.
Dalam
suatu kenyataan di komunitas Indonesia pernah terjadi malapetaka di daerah
Nabire, Papua. Bahwa komunitas Nabire mengkonsumsi sagu, pisang, ubi dan dengan
keadaan cuaca yang kemarau, tanah tidak dapat mendukung pengolahan bagi tanaman
ini. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk dapat membantu komunitas tersebut.
Dari gambaran ini, tampak bahwa tidak adanya rasa empati bagi komunitas elit
dalam memahami pola hidup komunitas lain.
Dalam
konteks yang demikian, maka perusahaan dituntut untuk dapat memahami etika
bisnis ketika berhubungan dengan stakeholder diluar perusahaannya, seperti
komunitas lokal atau kelompok sosial yang berbeda pola hidup.
2.5 Dampak Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan
Tanggung
jawab sosial perusahaan apabila dilaksanakan dengan benar akan memberikan
dampak positif bagi perusahaan, lingkungan, termasuk sumber daya manusia,
sumber daya alam dan seluruh pemangku kepentingan dalam masyarakat. Perusahaan
yang mampu sebagai penyerap tenaga kerja, mempunyai kemampuan memberikan
peningkatan daya beli masyarakat, yang secara langsung atau tidak, dapat
mewujudkan pertumbuhan lingkungan dan seterusnya.
Perusahaan
yang pada satu sisi pada suatu waktu menjadi pusat kegiatan yang membawa
kesejahteraan bahkan kemakmuran bagi masyarakat, pada satu saat yang sama dapat
menjadi sumber petaka pada lingkungan yang sama pula. Misalnya terjadi
pencemaran lingkungan atau bahkan menyebabkan kerusakan alam dan lingkungan
lain yang lebih luas.
Jadi,
perusahaan akan mempunyai dampak positif bagi kehidupan pada masa-masa yang
akan datang dengan terpeliharanya lingkungan dan semua kepentingan pada
pemangku kepentingan yang lain sehingga akan menghasilkan tata kehidupan yang
lebih baik. Sebaliknya para penentang pengaturan dan pelaksanaan tanggung jawab
sosial perusahaan secara formal berpendapat apabila tanggung jawab tersebut
harus diatur secara formal, disertai sanksi dan penegakan hukum yang riil.
2.6 Mekanisme Pengawasan Tingkah
Laku
Mekanisme
Pengawasan Tingkah Laku Mekanisme dalam pengawasan terhadap para karyawan
sebagai anggota komunitas perusahaan dapat dilakukan berkenaan dengan
kesesualan atau tidaknya tingkah laku anggota tersebut denga budaya yang
dijadikan pedoman korporasi yang bersangkutan. Mekanisme pengawasan tersebut
berbentuk audit sosal sebagai kesimpulan darimonitoring dan evaluasi yang
dilakukan sebelumnya.
Pengawasan
terhadap tingkah laku dan peran karyawan pada dasarnya untukmenciptakan kinerja
karyawan itu sendiri yang mendukung sasaran dan tujuan dari proses berjalannya
perusahaan. Kinerja yang baik adalah ketika tindakan yang diwujudkan sebagai
peran yang sesuai dengan status dalam pranata yang ada dan sesuai dengan budaya
perusahaan yang bersangkutan.
Berkaitan
dengan pelakasanaan audit sosial, maka sebuah perusahaan atau organisasi harus
jelas terlebih dahulu tentang beberapa aktivitas yang harus dijalankan seperti
;
1. Aktivitas
apa saja yang harus dilakukan sebagai sebuah orgnisasai, dalam hal ini sasaran
apa yang menjadi pokok dari perusahaan yang harus dituju internal maupun
ekstrnal (sasaran)
2. Bagaimana
cara melakukan pencapaian dari sasaran yang dituju tersebut sebagai rangkaian
suatu tindakan (rencana tindakan) yang mengacu pada suatu pola dan rencana yang
sudah disusun sebelumnya.
3. Bagaimana
mengukur dan merekam pokok-pokok yang harus dilakukan berkaitan dengan sasaran
yang dituju, dalam hal ini keluasan dari kegiatan yang dilakukan tersebut
(indikator) .
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Stakeholders
menurut Freeman (1984) merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi
dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai dampak dari
aktivitas-aktivitasnya. Clarkson membagi stakeholder menjadi dua: Stakeholder primer
dan stakeholder sekunder. Tanggungjawab sosial perusahaan atau corporate social
responsibility(CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi atau perusahaan
memiliki suatu tanggungjawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham,
komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Sumber :
Komentar
Posting Komentar