Model Etika Dalam Bisnis, Sumber Nilai Etika Dan Faktor -Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial(Etika Bisnis Penulisan Materi 3) 3EA04

TUGAS PENULISAN

 

ETIKA BISNIS

MODEL ETIKA DALAM BISNIS, SUMBER NILAI ETIKA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL

 

 

 

 

DISUSUN OLEH:

LAILY DWI YULIANTI (13217264)

 

DOSEN:

DR. HERRY SUSSANTO, SE., MM


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 LATAR BELAKANG

Perilaku etis dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang. Bisnis yang baik bukan saja bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah selain bisnis tersebut menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik, juga dalam konteks bisnis, merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai moral.

Dalam pembahasan dibawah ini kita akan mempelajari sumber ilmu dari etika bisnis itu sendiri. Dimulai dari model, sumber dan faktor yang mempengaruhi etika bisnis itu sendiri. Dasar ilmu pengetahuan mengenai etika bisnis tidak datang begitu saja, akan tetapi telah dikaji sebelumnya oleh para ahli dan kemudian dirumuskan dasar dari ilmu itu sendiri.Dalam model etika bisnis akan dipelajari tingkatan tingkatan dari suatu manajemen atau para manajer. Kita akan mengetahui ciri – ciri dari tingkatan manajemen tersebut dimulai dari immoral, amoral dan moral manajemen. Dari ketiga tingkatan itu dapat dijelaskan tingkatan mana yang memiliki sikap etis terhadap bisnis yang dilakukan.

Kemudian pembahasan berikutnya mengenai sumber nilai terhadap etika dalam berbisnis. Dalam hal ini terdapat 4 pandangan yang dianggap sebagai sumber nilai-nilai etika dalam komunitas serta dalam melakukan bisnis. Ketika melakukan suatu usaha atau bisnis dengan etika yang baik, tentu saja ada faktor – faktor yang dapat mempengaruhi etika kita sebagai pebisnis dalam melakukan bisnisnya.

 

 

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.      Apa yang dimaksud dengan Model Etika Dalam Bisnis ?

2.      Apa yang dimaksud dengan Sumber Nilai Etika ?

3.      Apa saja Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial ?

 

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui Model Etika Dalam Bisnis

2.      Untuk mengetahui Sumber Nilai Etika

3.      Untuk mengetahui Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Etika Manajerial ?


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 MODEL ETIKA DALAM BISNIS

Menurut Zimmerer, pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu :

2.1.1 Immoral Manajemen

Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. Manajer yang memiliki manajemen tipe ini pada umumnya sama sekali tidak mengindahkan apa yang dimaksud dengan moralitas, baik dalam internal organisasinya maupun bagaimana dia menjalankan aktivitas bisnisnya. Para pelaku bisnis yang tergolong pada tipe ini, biasanya memanfaatkan kelemahan-kelemahan dan kelengahan-kelengahan dalam komunitas untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri, baik secara individu atau kelompok mereka. Kelompok manajemen ini selalu menghindari diri dari yang disebut etika. Bahkan hukum dianggap sebagai batu sandungan dalam menjalankan bisnisnya.

Manajemen immoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji dibawah upah fisik minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta dan sebagainya.

2.1.2 Amoral Manajemen

Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. Berbeda dengan immoral manajemen, manajer dengan tipe manajemen seperti ini sebenarnya bukan tidak tahu sama sekali etika atau moralitas. Ada dua jenis lain manajemen tipe amoral ini, yaitu :

1.      Manajer Yang Tidak Sengaja Berbuat Amoral (unintentional amoral manager).

Tipe ini adalah para manajer yang dianggap kurang peka, bahwa dalam segala keputusan bisnis yang diperbuat sebenarnya langsung atau tidak langsung akan memberikan efek pada pihak lain. Oleh karena itu, mereka akan menjalankan bisnisnya tanpa memikirkan apakah aktivitas bisnisnya sudah memiliki dimensi etika atau belum. Manajer tipe ini mungkin saja punya niat baik, namun mereka tidak bisa melihat bahwa keputusan dan aktivitas bisnis mereka apakah merugikan pihak lain atau tidak. Tipikal manajer seperti ini biasanya lebih berorientasi hanya pada hukum yang berlaku, dan menjadikan hukum sebagai pedoman dalam beraktivitas.

2.      Tipe Manajer Yang Sengaja Berbuat Amoral.

Manajemen dengan pola ini sebenarnya memahami ada aturan dan etika yang harus dijalankan, namun terkadang secara sengaja melanggar etika tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis mereka, misalnya ingin melakukan efisiensi dan lain-lain. Namun manajer tipe ini terkadang berpandangan bahwa etika hanya berlaku bagi kehidupan pribadi kita, tidak untuk bisnis. Mereka percaya bahwa aktivitas bisnis berada di luar dari pertimbangan-pertimbangan etika dan moralitas.

2.1.3 Moral Manajemen

Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen. Dalam moral manajemen, nilai-nilai etika dan moralitas diletakkan pada level standar tertinggi dari segala bentuk prilaku dan aktivitas bisnisnya.

Manajer yang termasuk dalam tipe ini hanya menerima dan mematuhi aturan-aturan yang berlaku namun juga terbiasa meletakkan prinsip-prinsip etika dalam kepemimpinannya. Seorang manajer yang termasuk dalam tipe ini menginginkan keuntungan dalam bisnisnya, tapi hanya jika bisnis yang dijalankannya secara legal dan juga tidak melanggar etika yang ada dalam komunitas, seperti keadilan, kejujuran, dan semangat untuk mematuhi hukum yang berlaku. Hukum bagi mereka dilihat sebagai minimum etika yang harus mereka patuhi, sehingga aktifitas dan tujuan bisnisnya akan diarahkan untuk melebihi dari apa yang disebut sebagai tuntutan hukum.

Manajer yang bermoral selalu melihat dan menggunakan prinsip-prinsip etika seperti, keadilan, kebenaran, dan aturan-aturan emas (golden rule) sebagai pedoman dalam segala keputusan bisnis yang diambilnya.

 

2.2 SUMBER NILAI ETIKA

2.2.1 Agama

Agama adalah sumber dari segala moral dalam etika apapun dengan kebenarannya yang absolut. Tiada keraguan dan tidak boleh diragukan nilai-nilai etika yang bersumber dari agama. Agama berkorelasi kuat dengan moral. Setiap agama mengandung ajaran moral atau etika yang di jadikan pegangan bagi para penganutnya. Etika mendukung keberadaan Agama, dimana etika sanggup membantu manusia dalam menggunakan akal pikiran untuk memecahkan masalah. Pada dasarnya agama memberikan ajaran moral untuk menjadi pegangan bagi perilaku para penganutnya.

Menurut Kanter (2001) tidak mungkin orang dapat sungguh-sungguh hidup bermoral tanpa agama, karena (1) moralitas pada hakikatnya bersangkut paut dengan bagaimana manusia menjadi baik, jalan terbaiknya adalah kita mengikuti perintah dan kehendak Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan keyakinan kita (2) agama merupakan salah satu pranata kehidupan manusia yang paling lama bertahan sejak dulu kala, sehingga moralitas dalam masyarakat erat terjalin dengan kehidupan ber-agama (3) agama menjadi penjamin yang kuat bagi hidup bermoral. Perbedaan antara etika dan ajaran moral agama yakni etika mendasarkan diri pada argumentasi rasional. 

2.2.2 Filosofi

Salah satu sumber nilai-nilai etika yang juga menjadi acuan dalam pengambilan keputusan oleh manusaia adalah ajaran-ajaran Filosofi. Ajaran filosofi tersebut bersumber dari ajaran-ajaran yang diwariskan dari ajaran-ajaran yang sudah diajarkan dan berkembang lebih dari 2000 tahun yang lalu. Ajaran ini sangat komplek yang menjadi tradisi klasik yang bersumber dari berbagai pemikiran para fisuf-filsuf saat ini.

Filosofi memberi pandangan dan menyatakan secara tidak langsung mengenai sistem kenyakinan dan kepercayaan.  Setiap filosofi individu akan dikembangkan dan akan mempengaruhi prilaku dan sikap individu tersebut. Seseorang akan mengembangkan filosofinya melalui belajar dari hubungan interpersona, pengalaman pendidikan formal dan informal, keagamaan, budaya dan lingkungannya.

2.2.3 Budaya

Referensi penting lainnya yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan etika bisnis adalah pengalaman dan perkembangan budaya, baik budaya dari suatu bangsa maupun budaya yang bersumber dari berbagai negara (Cracken, 1986). Budaya yang mengalami transisi akan melahirkan nilai, aturan-aturan dan standar-standar yang diterima oleh suatu komunitas tertentu dan selanjutnya diwujudkan dalam perilaku seseorang, suatu kelompok atau suatu komunitas yang lebih besar. Budaya adalah suatu sistem nilai dan norma yang diberikan pada suatu kelompok atau komunitas manusia dan ketika itu disepakati atau disahkan bersama – sama sebagai landasan dalam keidupan (Rusdin, 2002).

 

 

2.2.4 Hukum

Hukum merupakan aturan hidup yang bersifat memaksa dan si pelanggar dapat diberi tindakan hukum yang tegas dan nyata. Hukum moral dalam banyak hal lebih banyak mewarnai lilai-nilai etika. Hukum moral adalah tuntunan perilaku manusia yang ditaati karena kesadaran yang bersumber pada hati nurani dan bertujuan untuk mencapai kebahagiaan. Selain hukum moral yang biasanya tidak tertulis dan hanya ditulis untuk penjelasan informasi semata, etika bisnis juga mengadopsi aturan-aturan yang berlaku pada suatu daerah, negara atau kesepakatan-kesepakatan hukum internasional.

Pada umumnya para pebisnis akan lebih banyak menggunakan perangkat hukum sebagai cermin etika mereka dalam melaksanakan aktivitasnya. Karena hukum dipandang suatu perangkat yang memiliki bentuk hukuman/punishment yang paling jelas dibandingkan sumber-sumber etika yang lain, yang cenderung lebih pada hukuman yang sifatnya abstrak, seperti mendapat malu, dosa dan lain-lain.

 

2.3 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ETIKA MANAJERIAL

2.3.1 Leadership

Satu hal penting dalam penerapan etika bisnis di perusahaan adalah peran seorang pemimpin/leadership. Pemimpin menjadi pemegang kunci pelaksanaan yang senantiasa dilihat oleh seluruh karyawan. Di berbagai kondisi, saat krisis sekalipun, seorang pemimpin haruslah memiliki kinerja emosional & etika yang tinggi. Pada prakteknya, dibutuhkan kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual dari seorang pemimpin dalam penerapan etika bisnis ini. Menurut Handoko (2000 : 294) definisi atau pengertian kepemimpinan telah didefiinisikan dengan berbagai cara yang berbeda oleh berbagai orang yang berbeda pula.

Kepemimpinan yang beretika menggabungkan antara pengambilan keputusan yang beretika dan perilaku yang beretika. Tanggung jawab utama dari seorang pemimpin adalah membuat keputusan yang beretika dan berperilaku yang beretika pula. Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seoran pemimpin yang beretika yaitu :

1.      Mereka berperilaku sedemikian rupa sehingga sejalan dengan tujuannya dan organisasi

2.       Mereka berperilaku sedemikian rupa secara pribadi, dia merasa bangga akan perilakunya

3.      Mereka berperilaku dengan sabar dan penuh keyakinan akan kepuasan yang diambilnya dan dirinya sendiri

4.      Mereka berperilaku dengan teguh

5.      Seorang pemimpin etika, menurut Blanchard dan Peale, memiliki ketangguhan untuk tetap pada tujuan dan mencapai apa yang dicita-citakannya

6.      Mereka berperilaku secara konsisten dengan apa yang benar – benar penting.

2.3.2 Strategi Dan Performasi

Fungsi yang penting dari sebuah manajemen adalah untuk kreatif dalam menghadapi tingginya tingkat persaingan yang membuat perusahaannya mencapai tujuan perusahaan terutama dari sisi keuangan tanpa harus menodai aktivitas bisnisnya berbagai kompromi etika. Sebuah perusahaan yang jelek akan memiliki kesulitan besar untuk menyelaraskan target yang ingin dicapai perusahaannya dengan standar-standar etika. Karena keseluruhan strategi perusahaan yang disebut excellence harus bisa melaksanakan seluruh kebijakan-kebijakan perusahaan guna mencapai tujuan perusahaan dengan cara yang jujur.

Dalam etika bisnis harus memiliki strategi dan performa untuk kelancaran dalam beraktifitas dan sosialisasi, adapun beberapa hal dibawah ini:

 

1.      Compliance Management

Pemenuhan atas semua aturan atau regulasiakan memberikan suatu tekanan baru untuk mencari metoda-metoda yanglebih baik, misalnya untuk mengakses berbagai kebijakan dan proses, mulai dari bagian keuangan hingga operasional. Penilaian terhadap pemenuhan regulasi itu (compliance assessment) akan sangat membutuhkan sistem-sistem yang mengotomatisasikan review dan analisis secara manual, dan proaktif dalam pemantauan berbagai kegiatan dan proses bisnis, yang pada akhirnya akan menurunkan biaya audit. 

2.      Profitability Management

Dorongan untuk mengelola biaya dan mengoptimalkan pendapatan akan lebih menajamkan fokus perhatian perusahaan terhadap peningkatan profitabilitas di perusahaan secara keseluruhan. 

3.      Process Improvement

Perusahaan-perusahaan juga semakin dituntut untuk lebih fokus dalam menilai dan meningkatan proses-proses operasional yang telah dimiliki, sebelum anda mengotomatisasikannya dengan menerapkan sistem ERP (enterprise resource planning) atau CRM (customer relationship management).

4.      Cost Management

Menghindari dan mengurangi biaya agar dapat memenuhi persyaratan keuangan dan perusahaan seharusnya menjadi bagian dari proses operasional standar.

5.      Performance Improvement

Tujuan utama performance management adalah meningkatkan hasil-hasil bisnis, namun kenyataannya tak banyak perusahaan yang benar-benar telah menerapkan performance management proces sebagai suatu bagian penting dalam semua kegiatan bisnis mereka sehari-hari.

6.      Business Innovation

Mentransformasikan atau menerapkan berbagai proses bisnis yang inovatif, agar dapat lebih kompetitif, seharusnya lebih diprioritaskan.

2.3.3 Karakter Individu

            Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya. Semua kualitas individu nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang diperoleh dari luar dan kemudian menjadi prinsip yang dijalani dalam kehidupannya dalam bentuk perilaku. Faktor-faktor tersebut yaitu:

·         Pengaruh Budaya

Pengaruh budaya ini adalah pengaruh nilai-nilai yang dianut dalam keluarganya. Seorang berasal dari keluarga tentara, mungkin saja dalam keluarganya di didik dengan disiplin yang kuat, anak anaknya harus beraktivitas sesuai dengan aturan yang diterapkan orang tuanya yang

·         Lingkunganya Yang Diciptakan di Tempat Kerjanya

Aturan ditempat kerja akan membimbing individu untuk menjalankan peranannya ditempat kerja. Peran seseorang dalam oerganisasi juga akan menentukan perilaku dalam organisasi,seseorang yang berperangsebagai direktur perusahaan, akan merasa bahwa dia adalah pemimpin dan akan menjadi panutan bagi para karyawannya,sehingga dalam bersikap dia pun akan mencoba menjadi orang yang dapat dicontoh oleh karyawannya, misalnya dia akan selalu datang dan pulang sesuai jam kerja yang ditentukan oleh perusahaan.

·         Lingkungan Luar Tempat Dia Hidup

Lingkungan luar yaitu berupa kondisi politik dan hukum, serta pengaruh–pengaruh perubahan ekonomi.

Moralitas seseorang juga ditentukan dengan aturan-aturan yang berlaku dan kondisi negara atau wilayah tempat tinggalnya saat ini. Kesemua faktor ini juga akan terkait dengan status individu tersebut yang akan melekat pada diri individu tersebut yang terwujud dari tingkah lakunya.

2.3.4 Budaya Organisasi

Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi. Setiap budaya perusahaan akan memiliki dimensi etika yang didorong tidak hanya oleh kebijakan-kebijakan formal perusahaan, tapi juga karena kebiasaan-kebiasaan sehari-hari yang berkembang dalam organisasi perusahaan tersebut, sehingga kemudian dipercayai sebagai suatu perilaku, yang bisa ditandai mana perilaku yang pantas dan mana yang tidak pantas.

            Budaya-budaya perusahaan inilah yang membantu terbentuknya nilai dan moral ditempat kerja, juga moral yang dipakai untuk melayani para stakeholdernya. Aturan-aturan dalam perusahaan dapat dijadikan yang baik. Hal ini juga sangat terkait dengan visi dan misi perusahaan.

Budaya organisasi juga berkaitan dengan bagaimana karyawan memahami karakteristik budaya suatu organisasi, dan tidak terkait dengan apakah karyawan menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi adalah suatu sikap deskriptif, bukan seperti kepuasan kerjayang lebih bersifat evaluatif.


BAB III

PENUTUP

 

3.1 KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut :

1.      Menurut Zimmerer, pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu : (1)Immoral manajemen merupakan tingkatan terendah dari model manajemen dalam menerapkan prinsip-prinsip etika bisnis. (2) Tingkatan kedua dalam aplikasi etika dan moralitas dalam manajemen adalah amoral manajemen. (3)Tingkatan tertinggi dari penerapan nilai-nilai etika atau moralitas dalam bisnis adalah moral manajemen.

2.      Terdapat 4 sumber nilai etika bisnis yaitu : Agama, Filosofi, Budaya dan Hukum.

3.      Dalam strategi dan performansi etika bisnis ada 6 hal yang harus diperhatikan, Compliance Management, Profitability Management, Process Improvement, Cost Management, Performance Improvement, Business Innovation.

4.    Perilaku para individu ini tentu akan sangat mempengaruhi pada tindakan-tindakan mereka ditempat kerja atau dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.

5.      Budaya organisasi adalah suatu kumpulan nilai-nilai, norma-norma, ritual dan pola tingkah laku yang menjadi karakteristik suatu organisasi.


SUMBER :

Komentar